ilustrasi cryptocurrency photo by art rachen on unsplash 169 Mimpi Besar Indonesia Punya Bursa Kripto Sendiri, Kapan? Mitra IT | Your Trusted & Reliable Software Solutions indonesia, kripto

‘Bandar’ Ethereum Habis Rp 222 Triliun Beli GPU, Kini Boncos

Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah laporan menyebutkan penambang Ethereum telah menghabiskan sekitar US$15 miliar (sekitar Rp Rp 222 triliun) untuk GPU selama 1,5 tahun terakhir.

Angka itu tidak termasuk biaya CPU, motherboard, PSU, dan komponen lain yang diperlukan untuk rig penambangan, demikian dikutip dari Techspot, Selasa (21/6/2022)

Data tersebut berasal dari Bitpro Consulting, sebuah perusahaan yang berspesialisasi dalam pembelian dan perbaikan perangkat keras penambangan kripto.

Sejak akhir 2020, banyak cryptocurrency mengalami kenaikan harga yang drastis, menyebabkan jutaan orang membeli kartu grafis secara eceran untuk menambang Ethereum, tujuannya untuk menghasilkan uang dengan cara cepat.

Pada saat yang sama, AMD dan Nvidia meluncurkan GPU generasi baru mereka, yang menampilkan peningkatan kinerja yang sangat besar dibandingkan dengan pendahulunya, membuat banyak gamer ingin melakukan upgrade.

Permintaan jauh melebihi pasokan dan membuat harga meroket, dengan calo perangkat keras yang malah memperburuk keadaan. Menurut Jon Peddie Research, harga jual rata-rata kartu grafis tambahan melonjak dari lebih dari US$400 pada tahun 2019 menjadi hampir US$800 tahun lalu.

Orang-orang yang terjun menjadi penambang sejak dini mendapat untung besar dari investasi mereka. Namun, Ethereum telah turun nilainya lebih dari 80 persen sejak puncaknya tahun lalu.

Setelah Ethereum beralih ke model validasi, penambang GPU tidak lagi dapat menambang cryptocurrency. Pengembang mengklaim langkah itu akan dimulai pada Agustus, meskipun ada kemungkinan tertunda.

Uji coba transformasi Ethereum

Dikabarkan sebelumnya, pada awal bulan ini Ethereum baru saja menyelesikan gladi resik besar pertamanya untuk perombakan besar pada mata uang digital itu. Akhir tahun, Ethereum diharapkan bisa menjalani transisi resmi dari metode proof-of-work menjadi proof-of-stake.

Peralihan ini mengharuskan pengguna memanfaatkan cache Ether yang ada sebagai sarana, yakni dalam rangka melakukan verifikasi transaksi dan mencetak token baru.

Dengan cara ini, verifikasi membutuhkan daya yang lebih sedikit, apabila dibandingkan dengan menambang. Serta juga akan membuat transaksi jauh lebih cepat, dikutip dari CNBC Internasional.

Baca: Giliran Sektor Kripto dan Real Estate Dihantam Tsunami PHK

Transisi ini sudah akan dilakukan beberapa waktu lalu, tapi akhirnya ditunda karena ada kelemahan pada implementasi. Uji coba yang dilakukan pada Rabu (8/6), menurut para pengembang berjalan lancar.

CNBC Internasional menuliskan jaringan testnet Ethereum melakukan simulasi proses yang identik dengan yang dijalankan pada jaringan utama atau mainnet pada musim gugur nanti. Testnet membuat pengembang bisa mencoba hal baru sebelum diluncurkan pada blockchain utama dan memberi waktu melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Pada pengujian menunjukkan proses validasi bukti kepemilikan saham secara substansial mengurangi energi yang diperlukan dalam verifikasi transaksi. Ini membuktikan jika proses penggabungan yang dilakukan telah berhasil.

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia

Recent News