Punya Nama Besar & Sukses Go Public, Startup Ini Justru Tutup
Jakarta, CNBC Indonesia – Nama besar dan sukses masuk bursa bukan jaminan sebuah perusahaan bisa bertahan sukses. Contohnya adalah LeEco yang diterpa banyak masalah, mulai dari menunggak bayar sewa kantor dan memutuskan menutup operasionalnya.
Keberhasilan LeEco terlihat dari kinerja cemerlangnya di bursa saham Shenzhen, tempat mereka terdaftar di papan perdagangan serupa dengan Nasdaq, yaitu ChiNext. Selain itu pada tahun 2015, perusahaan juga berhasil mengumpulkan 850 juta yuan dari pendanaan seri A yang dialokasikan untuk divisi streaming olahraga serta 500 juta saham yang dijual.
LeEco, yang bergerak di layanan streaming itu memperluas bisnis ke ekosistem perangkat keras dari TV pintar, telepon pintar, sepeda dan mobil. Tahun 2018, perusahaan diakuisisi oleh konglomerasi properti China Sunac dan pada saat bersamaan membuat pendiri Jia Yueting mundur.
Tren positif lain adalah induk usaha LeEco, LeShi Internet yang pendapatan mencapai 13 miliar yuan dengan keuntungan 573 juta yuan.
Namun nasib buruk tak henti-hentinya itu menimpa LeEco. Ekspansi bisnis perusahaan mendapatkan banyak masalah. Jia Yueting diketahui terlilit utang yang mencapai RMB 16,8 miliar atau Rp 36 triliun.
Anak usaha LeEco dilaporkan mengalami kerugian dan berutang jutaan dolar. Salah satunya adalah LeSports, yang menunggak bayar sewa kantor berbulan-bulan dan memutuskan menutup layanan itu.
Perusahaan menyewa kantor di The Octagon K Wah International Tsuen Wan lantai 33 dan 35. Sedangkan LeCorporation berada di lantai 36, dikutip dari Mingtiandi, Jumat (3/6/2022).
Pada Oktober 2018, sepasang anak perusahaan LeEco dilaporkan media Hong Kong gagal membayar sewa bulanan. Ini terjadi pada Mei tahun yang sama dengan total HK$1,04 juta. Hal tersebutlah yang membuat perusahaan bangkrut dan kewajiban yang belum dibayar mencapai HK$10,4 juta.
LeSports juga dilaporkan belum melakukan pembayaran ke penyedia jaringan. Masalah tersebut membuat pelanggan di Hong Kong yang telah membayar langganan tidak dapat menonton tiga pertandingan Liga Inggris.
LeCorporation juga tak bernasib baik, yakni salah satunya digugat US$224 ribu untuk hak cipta yang diprakarsai distribuor film Sundream Motion Pictures bulan Desember 2016 dengan klaim HK$530 ribu. Masalah hukum ini bukan yang pertama kali bagi perusahaan.
Sebelumnya juga digugat sebesar HK$14 juta oleh perusahaan pemasaran. Gugatan itu terjadi karena belum membayar biaya pemasaran pada Agustus 2016.
Masalah-masalah yang menimpa LeEco, disebutkan beberapa pihak, karena perusahaan melakukan ekspansi terlalu cepat. Langkah tersebut membutuhkan banyak dana.
LeEco mendapatkan pertumbuhan dua digit dalam lima tahun sejak 2010, ungkap Caixin. Tapi sebagian bear dari bisnis perusahan, termasuk 39 anak usahanya belum IPO dan tak pernah melaporkan kinerja keuangannya.
Engadget, yang mengutip seorang mantan karyawan LeEco, menuliskan perusahaan memindahkan dana dari kas satu perusahaan ke perusahaan lain. Upaya ini dilakukan untuk LeEco bisa menutupi kerugiannya.
Sementara itu, mantan CEO Yidao Yongche menuding LeEco menyalahgunakan modal. Dia diketahui sempat mengantongi 70% saham dalam perusahaan tersebut.
(ddv)
Source : CNBC Indonesia