
Bos Sinar Mas Bicara Soal Masa Kelam Startup & Badai PHK
Jakarta, CNBC Indonesia – Goncangan hebat melanda industri startup, bukan saja di Indonesia melainkan juga global. Akibatnya banyak startup yang harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Pengusaha nasional sekaligus pemilik Sinar Mas, Franky Oesman Widjaja, punya penjelasan soal ini.
Menurut Franky, untuk startup, kondisi saat ini memang berubah dari sebelumnya yaitu ketika negara-negara besar seperti di Eropa dan Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan “cetak uang”, sehingga likuiditas melimpah.
Istilah “mencetak uang” ini mulai populer setelah krisis finansial 2008, saat itu The Fed (bank sentral AS) dan beberapa bank sentral utama dunia lainnya menerapkan kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE).
Kebijakan QE oleh bank sentral ini disebut sebagai “printing money” atau “mencetak uang.
“Jadi saat itu raise fund [menggalang dana] gampang untuk startup karena banyak yang cetak duit. Dana-dana ini banyak diinvestasikan, semua startup dikasih uang-uang besar,” kata Franky saat acara makan malam di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Franky mengatakan, di era “cetak uang” tersebut para investor melakukan investasi besar-besaran di startup.
Uang tersebut digunakan untuk dibakar untuk promosi-promosi untuk menarik pelanggan, atau istilahnya burning money. “Jadi model bisnisnya dulu begitu [burning money]. Kalau ada yang sukses bagus,” tuturnya.
Sekarang, kebijakan uang ketat dimulai, tidak selonggar sebelumnya. Bahkan bank sentral AS, The Fed, mulai menaikkan suku bunga acuannya. Akibatnya, investor lebih hati-hati menggunakan uangnya.
Kondisi ini menurut Franky bagus, untuk menjadi pelajaran bagi startup. Sehingga para pengusaha startup ini bisa belajar, bersaing, dan beradaptasi sehingga makin kuat.
“Kalau tidak pernah ada krisis seperti ini tidak belajar. Everybody learn bagaimana make the real business, tapi tidak lagi dengan cara yang gampang. Jadi bagaimana mencari cara yang cepat dan tepat.” ujarnya.
(dem)
Source : CNBC Indonesia